Pemupukan diperlukan untuk menyediakan unsur hara bagi tanaman dan memperbaiki sifat tanah. Salah satu bahan yang dapat digunakan untuk pemupukan adalah kompos. Kompos merupakan hasil fermentasi bahan-bahan organik seperti pangkasan daun tanaman, sayuran, buah-buahan, limbah organik, kotoran hewan ternak, dan bahan-bahan lainnya (Harlis dkk, 2019)
Sisa tanaman dan kotoran hewan merupakan sumber bahan organik yang sangat potensial bagi tanah, karena perannya yang sangat penting terhadap perbaikan sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Namun, bila bahan organik tidak dikelola dengan baik maka akan berdampak negatif terhadap lingkungan, misalnya sebagai tempat berkembangbiaknya patogen tanaman.
Bahan-bahan organik menjadi lapuk dan busuk bila berada dalam keadaan basah dan lembap, seperti halnya daun-daun menjadi lapuk bila jatuh ke tanah dan menyatu dengan tanah. Selama proses perubahan dan peruraian bahan organik, unsur hara akan bebas menjadi bentuk yang larut dan dapat diserap tanaman. Sebelum mengalami proses perubahan, sisa hewan dan tumbuhan ini tidak berguna bagi tanaman, karena unsur hara masih dalam bentuk terikat yang tidak dapat diserap oleh tanaman.
Di lingkungan alam terbuka, proses pengomposan bisa terjadi dengan sendirinya. Lewat proses alami, rumput, daun-daunan dan kotoran hewan serta sampah lainnya lama kelamaan membusuk karena adanya kerja sama antara mikroorganisme dengan cuaca. Proses tersebut bisa dipercepat oleh perlakuan manusia, yaitu dengan menambahkan mikroorganisme pengurai sehingga dalam waktu singkat akan diperoleh kompos yang berkualitas baik.
Salah satu metode dalam pembuatan kompos adalah pengomposan aerob. Pembuatan kompos dengan metode aerob dilakukan dengan bantuan sirkulasi udara (oksigen). Pembuatan kompos secara aerob dapat menghasilkan kompos yang berkualitas dan dapat diaplikasikan sebagai pupuk yang bermanfaat bagi tanaman karena dengan metode aerob dapat memelihara kondisi tetap oksik atau terdapat oksigen (Hagemann et al., 2018).
Bahan yang digunakan dalam pengomposan aerob antara lain kotak kayu, plastik, sampah bahan organik, aktivator, dan bekatul. Adapun alat yang digunakan yaitu pisau, ember, pengaduk, gayung, dan mangkok.
Langkah pertama, menyiapkan tempat pengomposan untuk meletakan bak kayu. Kemudian, menyiapkan bahan organik yang akan dimanfaatkan sebagai kompos. Bahan organik yang digunakan yaitu jerami, limbah buah, limbah sayur, dan seresah daun. Limbah sayur dan buah dicacah dengan ukuran kurang dari 2 cm. Selanjutnya, limbah rumah tangga tersebut dimasukkan ke dalam bak kayu dan dicampur dengan bekatul.
Disamping itu, siapkan larutan aktivator. Larutan aktivator dapat menggunakan EM4 yang diencerkan dalam larutan gula dengan komposisi EM4, air, dan gula (1:50:1)
Selanjutnya, siram limbah dalam bak kayu dengan larutan aktivator dan aduk hingga merata. Tambahkan bahan kompos jerami dan seresah daun. Kemudian tutup bak dengan plastik.
Kompos diaduk atau dibalik setelah 4 hari dan 7 hari untuk menjaga agar suhu di bak tidak terlalu panas. Lalu, cek kompos setelah 21 hari apabila sudah hancur dan baunya tidak menyengat, artinya kompos sudah jadi.
Indikator mutu kompos matang yang baik antara lain memiliki struktur remah dan lunak, tidak berlumpur, warna kompos cenderung gelap kehitaman disebabkan karena suasana terlalu basah (anaerob) dan warna kompos terlalu cerah disebabkan karena suasana terlalu kering (aerob), kadar air sekitar 30% yang dicirikan apabila diperas dengan tangan tidak ada air yang menetes, aroma menyerupai humus tanah yakni agak harum (tidak berbau busuk menyengat), memiliki pH sekitar 6-7, kadar bahan organik sekitar 30-60% dengan nisbah C/N sekitar 15, dan suhu kompos yang sudah matang akan mendekati suhu awal pengomposan.
Berdasarkan percobaan pembuatan kompos yang dilakukan, setelah 21 hari bahan organik hasil pengomposan aerob tidak hancur dan matang.
Hal ini disebabkan karena bahan organik yang digunakan untuk pengomposan kebanyakan seresah daun. Seresah daun hanya mengandung C.
Padahal, proses perombakan bisa berlangsung dan akan menghasilkan hara dan humus apabila tersedia N, P, dan K. Penguraian bisa berlangsung cepat apabila perbandingan antara kadar C-organik:N:P:K dalam bahan yang terurai setara 30:1:0,1:0,5. Hal ini disebabkan N, P, dan K dibutuhkan untuk aktivitas metabolisme sel mikroba dekomposer (Gaur, 1980).
Sehingga seharusnya dalam melakukan pengomposan, bahan organik yang digunakan tidak hanya seresah daun kering saja. Akan tetapi, juga menambahkan cacahan limbah sayur dan buah yang proporsional. Hal tersebut karena limbah sayur dan buah mengandung N.
Prinsip dalam pengomposan yaitu untuk menurunkan rasio C/N bahan organik hingga sama dengan C/N tanah (< 20). Proses perombakan bahan organik terjadi secara biofisika-kimia yang melibatkan aktivitas biologi mikroba dan mesofauna (Setyorini et al., 2006).
Proses penguraian aerob secara garis besar sebagai berikut
Dalam sistem ini, kurang lebih dua pertiga unsur karbon (C) menguap (menjadi CO2) dan sisanya satu pertiga bagian bereaksi dengan nitrogen dalam sel hidup. Proses pengomposan aerob tidak menimbulkan bau busuk. Selama proses berlangsung akan terjadi reaksi eksotermik sehingga timbul panas akibat pelepasan energi. Kenaikan suhu dalam timbunan bahan organik menghasilkan suhu yang menguntungkan mikroorganisme termofilik. Akan tetapi, apabila suhu melampaui 65-70 Celcius, kegiatan mikroorganisme akan menurun karena kematian organisme akibat panas yang tinggi.
Berikut ini dokumentasi pribadi kegiatan pengomposan yang telah dilakukan,
Referensi
Gaur, A.C. 1980. Rapid composting. In Compost Technolog. Project Field Document No 13. Food and Agriculture Organization of The United Nations.
Hagemann, N., E. Subdiaga, S. Orsetti, J. M. Rosa, H. Knicker, H. S. Schmidt, A. Kappler, S. Behrens. 2018. Effect of biochar amendment on compost organic matter composition following aerobic composting of manure. Science of Total Environment 613: 20-21.
Harlis, H., Yelianti, U., Budiarti, R. S., & Hakim, N. (2019). Pelatihan Pembuatan Kompos Organik Metode Keranjang Takakura sebagai Solusi Penanganan Sampah di Lingkungan Kost Mahasiswa. DEDIKASI: Jurnal Pengabdian Masyarakat, 1(1), 1-8.
Setyorini, D., R. Saraswati, dan E. K. Anwar. 2006. Kompos. Badan Penelitian Tanah : Bogor